Jakarta, Pandawa-5 | Ksatria pinandhita adalah sikap manusia yang berjiwa luhur dan ikhlas dalam membela kebenaran demi kebahagiaan dan kesejahteraan bangsanya serta untuk dan demi kemakmuran dan kejayaan negara. Demikian ungkap Mayor Jendral TNI Angkatan Darat Rido Hermawan M.Sc yang juga menjabat Wakil Koordinator Tenaga Ahli Pengajar Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional).
Untuk menggapai jiwa luhur yang ikhlas dalam pribadi yang paripurna dan menanamkan jiwa ksatria. Adapun makna pinandhita adalah proses pengenalan hakikat hidup, kehidupan dan penghidupan yang ikhlas dengan segala kesadaran menerima keadaan diri yang sejati. Maka itu permakluman — atau pemahaman terhadap segala kejadian selalu dalam ikhtiar bersabar, termasuk dalam upaya untuk menggapai keinginan.
Upaya mensyukuri segala sesuatu yang didapat sebagai anugerah Tuhan menjadi kesadaran sebagai bagian dari sikap ksatria bangsa Indonesia yang sejati dan kental kandungan sifat religiusitasnya.
Essensi dari sikap dan sifat ksatria sejati yang sejati dalam konteks pengabdian kepada bangsa dan negara, bisa mengacu kepada konsep dasar Sapta Marga yang menjadi tuntunan sikap dari jati diri Tentara Nasional Indonesia yang dipegang teguh dalam upaya menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai sandi negara Indonesia.
Patuh dan taat kepada undang undang negara yang diimplementasikan dalam setiap tindak langkah dan perbuatan yang senantiasa mengutamakan untuk negara dan bangsa Indonesia.
Adapun pengertian berani dalam konteks ksatria dalam menghadapi semua resiko, maka sikap seorang ksatria akan selalu dimanifestasikan dalam bentuk tanggung jawab, sportivitas dan rela menerima semua resiko — sebagai konsekuensi dari apa yang telah dilakukan dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih.
Cakupan dari rasa bertanggung jawab atas segala apa yang diucapkan, serta sikap yang menjadi pilihan, dan tindakan yang kemudian dilakukan, semua itu akan dilakukan dengan penuh kesadaran sebagai bagian dari pengabdian — ibadah — demi kebenaran dan kehormatan diatas segala-galanya.
Oleh karena itu, seorang ksatria sejati harus mengenal (memahami) hidup, kehidupan dan penghidupan secara hakiki. Karena essensinya adalah merupakan dari keharusan bagi setiap manusia untuk mengetahui sumber dari segala sumber tergelarnya — penciptaan — kesemestaan dengan segenap seisinya, termasuk makhluk hidup lainnya yang ada.
Hidup adalah zat yang menguasai atas segala kesemestaan dan merupakan causa prima utama. Dia — Tuhan Yang Maha Kuasa itu — kekal adanya dan abadi serta pemilik segala yang ada serta ketiadaan yang sesungguhnya di alam fana ini.
Kehidupan adalah rentang ruang dan waktu dengan segenap talenta berdimensi kemanusiaan — sebagai mahluk — yang sejak lahir kedunia hingga kemudian harus menemui ajal — meninggalkan dunia yang fana dalam dimensi kekiniannya.
Dalam dimensi ini, menurut Jendral Rido Hermawan M.Sc akan berlaku hukum paradoks semacam tools untuk mendinamisasi kisah hidup setiap manusia di bumi. Maka itu makna penghidupan harus dipahami dari segala bentuk fasilitas untuk berperannya manusia sebagai mahluk Tuhan guna menjalankan fungsinya yang di amanahkan sebagai khalifah di muka bumi. Oleh sebab itu, tatkala disadari bila telah terjebak dalam keserakahan diri untuk menggamit atau mendapatkan fasilitas hidup dan kehidupan yang berlebihan, karena semata-mata lupa dengan peranan yang harus dilakukan sebagai makhluk Tuhan. Maka itu bagi siapa saja yang merasa telah terjebak dalam jalan sesat itu, akan berkutat dalam medan pertikaian yang tak berkesudahan.
Karena itu, maka cara yang bijak dan ugahari perlu dilakukan dengan cara mengambil secukupnya saja yang diperlukan, tidak berlebih, sekedar untuk dapat menjalankan peran dengan baik dan nyaman (sesuai peran) yang seharusnya senantiasa diorientasikan pada tujuan hidup yang hakiki. (**)
Jakarta, 23 September 2021